Jumat, 24 Mei 2013

Resepsi Piring Terbang

Tanggal 22 Mei yang lalu keluargaku diundang oleh salah seorang famili kami untuk sebuah syukuran pernikahan anak lelakinya. Pesta resepsi untuk anak lelaki bagi orang Jawa biasa disebut Ngunduh Mantu. Acara tersebut diadakan dengan maksud memboyong sang pengantin wanita untuk diperkenalkan kepada lingkungan keluarga pengantin pria.
Acara ngunduh mantu kali ini diadakan di daerah..... hmm.. daerah itu tuh.. hmm mana sih ya? Hahaha.. entahlah. Pokoknya arah mau ke Tawangmangu. Kalau Tawangmangu tau dong ya.. Tempat wisata yang terkenal akan air terjun yang bernama Grojogan Sewu (Air Terjun Seribu). Lokasinya terletak di lereng Gunung Lawu, sebuah gunung berapi di dekat perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebetulan kakak sepupunya papaku ini, yang merupakan si empunya hajat, memiliki sebuah rumah makan dan pemancingan di daerah itu, maka acara ngunduh mantu dilaksanakan di rumah makannya tersebut.
Sebenarnya yang jadi inti ceritaku bukan tempat ataupun pengantinnya, namun jamuannya. Seperti yang kita tahu, jaman dulu waktu kita (oke, bukan kita tapi saya) masih kecil, jika diajak pergi resepsi oleh orangtua maka akan terbayang suatu rangkaian acara yang setidaknya akan memakan waktu 2-3 jam. Semua orang akan duduk dan mengikuti rangkaian acara dari awal hingga akhir. Namun di lingkunganku hal itu kini sudah jarang kutemui. Jika ada undangan pernikahan, maka tentu yang terbayang adalah sebuah jamuan pesta berdiri atau standing party yang tamu hadir "hanya" untuk bersalaman dengan pengantin, makan, lalu pulang. Bahkan tidak jarang dandan dan persiapanku sebelum berangkat akan memakan waktu lebih lama dibanding waktuku di pesta tersebut.
Hadir di pesta tanggal 22 lalu tersebut mengingatkanku pada kebiasaan masyarakat di sekitarku yang kini berubah. Pada pesta itu disediakan begitu banyak kursi yang berjajar rapi dan sebuah meja yang sudah tersusun beberapa gelas teh di setiap baris kursinya. Pada pesta ini semua tamu duduk sambil mendengarkan lagu-lagu campursari klasik yang terlantun merdu dari dua orang penyanyi sembari menunggu acara dimulai.
Acara dimulai setelah pengantin dan keluarga pengantin wanita tiba. Sang pranata cara alias MC bicara banyak sekali dalam bahasa Jawa, namun hampir sebagian besar kata-katanya tidak bisa kupahami. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa EYD yang tentunya jarang digunakan untuk percakapan sehari-hari. (suatu excuse bagi seorang Jawa yang ga paham bahasanya hehe)
Setelah runtutan kata-kata yang tidak kupahami itu selesai, para biduanita kembali melantunkan tembang campursari dan beberapa lagu masa kini yang populer. Kemudian ada belasan pemuda berseragam batik berdiri di beberapa titik yang tersebar di gang antara kursi tamu. Tak lama berselang datang beberapa pemuda lain, yang juga berseragam batik yang sama, keluar membawa sebuah nampan besar dengan beberapa piring berisi sup. Pemuda ini kemudian menghampiri pemuda yang sudah stand by di beberapa titik tersebut untuk membagikan piring yang berisi sup tadi kepada para tamu. Supnya berisi daging giling, kacang polong, wortel, dan jamur tiram yang dibungkus dengan telur dadar. Cantik. Kemudian tidak lama kemudian datang hidangan selanjutnya yang dibagikan dengan cara yang sama. Hidangan ini berupa nasi putih yang dicetak berbentuk bunga di tengah, dan ada beberapa macam lauk di sekelilingnya. Lauknya adalah sambal goreng telur, bola-bola daging dimasak terik , udang goreng tepung, tumisan sayur, acar, dan kerupuk. Oiya, ada satu cup es puter rasa coklat sebagai dessertnya.
So? Kenapa dengan pesta itu? Ada yang penting? Iya, tentu saja. Pada acara resepsi itu aku merasa sangat menikmati setiap prosesi acaranya. Dibandingkan saat menghadiri suatu pesta berdiri, aku merasa lebih terlibat dan lebih merasa ikut berbahagia saat mengikuti setiap rangkaian acaranya. Belum lagi perasaan terasanjung karena dilayani saat menikmati jamuannya, baik itu round table maupun ramesan seperti saat itu. Sampai-sampai aku berbisik pada adekku "Wah, kalau kondangannya seperti ini berasa banget. Ngga sekedar numpang lewat doang hehe..".
Satu lagi hal yang menarik, pesta macam ini selalu kutemui saat menghadiri pesta pernikahan di Sragen, Karanganyar, dan sekitarnya. Baik itu acara sederhana di rumah, di masjid, maupun pesta mewah dengan jumlah tamu cukup banyak di gedung. Sedangkan beberapa puluh kilo dari tempat itu, acara resepsi macam itu sudah tidak populer lagi, berganti dengan pesta berdiri. Menarik, kan?

Kuliner Solo: Sego Liwet Bu Wongso Lemu

Solo atau juga dikenal dengan nama Surakarta merupakan salah satu kota yang terletak di Jawa Tengah. Kota ini tergolong istimewa karena banyak hal. Diantaranya karena kota ini merupakan pusat dari wilayah Keraton Surakarta, salah satu kerajaan yang masih eksis di Indonesia hingga kini selain Yogyakarta. Sebagai pusat kebudayaan, tentu banyak hasil budaya -budidaya- atau kreasi manusia yang menarik di Solo, termasuk kuliner.
Solo terkenal dengan begitu banyaknya kuliner yang menggugah selera dan tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Sebut saja nasi timlo, nasi liwet, serabi, tengkleng, dll. Untuk kali ini, menu yang akan aku review adalah Sego Liwet atau nasi liwet.
Untuk yang pernah ke Solo pastilah tidak asing dengan nama Bu Wongso Lemu. Nama itu adalah "merk" yang paling populer saat menyebutkan kata sego liwet Solo. Lokasinya tidak sulit dicari karena ada di dekat Jl.Slamet Riyadi yang merupakan ruas jalan yang paling mudah ditemukan bagi pelancong. Tepatnya berada di daerah Keprabon. Di ruas jalan tersebut akan ditemui sederet warung sego liwet Bu Wongso Lemu. Sederet? Ya. Memang ada banyak warung sego liwet Bu Wongso Lemu ini. Trus mana yang asli? Hehe entahlah.. mungkin asli semua. Kalau yang enak? Hmm.. kayanya sih enak semua. Hehe.. Soalnya pernah nyoba ke dua warung yang berbeda (tapi sama-sama Bu Wongso) dan enak semua.
Warung Sego Liwet Bu Wongso Lemu yang aku kunjungi kali ini adalah warung pertama di ruas jalan tersebut. Tempat duduknya bisa pilih mau di lesehan atau di bangku panjang dekat display makanannya. Oiya, warung sego liwet ini hanya buka pukul 16.00-2.00 ya.. jadi kalau siang belum buka.
Mungkin ada yang belum tahu, apa sih nasi liwet itu? CMIIW,sebenarnya nasi liwet menunjukkan cara memasak nasinya. Kalau jaman sekarang masak nasi tinggal tekan tombol "cook" di penanak nasi listrik, nah jaman dulu nasi dimasak dengan beberapa cara yang berbeda. Salah satu teknik memasak nasi tradisional adalah dengan cara liwet ini. Cara yang lain yaitu aron dan tim. Ngliwet adalah teknik memasak beras agar menjadi nasi dengan menggunakan ketel atau panci. Beras langsung dimasak di panci yang berisi air tersebut. Saat hampir matang, nasi diaduk agar matangnya rata. Cara memasak ini biasanya banyak menghasilkan kerak di dasar panci. Cara masak dengan liwet ini punya karakter yang berbeda dengan cara memasak nasi yang lain. Karena dimasak dengan api langsung (teknik lain harus menggunakan 2 panci sehingga panci berisi beras tidak terkena api secara langsung), maka tidak bisa sembarangan baik ukuran api maupun jenis beras. Api yang digunakan adalah api sedang, tidak boleh terlalu besar karena akan menyebabkan gosong atau banyak kerak di dasar panci. Jenis beraspun biasanya beras berkualitas bagus karena proses memasaknya hanya sekali, tidak dikukus lagi seperti pada teknik lain, sehingga nasi yang dihasilkan pulen.
Nah, untuk nasi liwet khas Solo ini, nasi putih tersebut disajikan bersama sayur jipang/labu siam yang diiris seukuran korek api, suwiran ayam, dan terakhir, topping kepala santan yang disebut areh. Untuk tambahannya bisa pilih hati ampela, telur, atau potongan daging ayam. Mengenai penyajiannya sendiri menggunakan daun pisang yang dilipat sedemikian rupa dan ditusuk dengan lidi atau istilahnya pincuk.
Untuk satu porsi nasi liwet Bu Wongso Lemu ini kurang lebih 11ribu, jika ada tambahan lain seperti telur, daging ayam, dll jadi 15-20ribuan. Untuk minumannya selain yang standar ada wedang kacang, wedang ronde, dll. Wedang kacangnya enak, hanya saja karena kacangnya kurang empuk jadinya aku kurang suka.

Place: 7 . Warung sederhana dan bersih, termasuk toiletnya.
Food: 8 enak, terutama nasinya pulen banget
Price: 8 MURCE!! Love it!

Jelas ke sana lagi dong.. tempat wajib kunjung kalau ke Solo nih.

Rabu, 22 Mei 2013

Soto Tauto Pekalongan

Seminggu yang lalu kami: aku, mama, Rintintin dan pacarnya, Kiky ke Pekalongan. Niat utamanya sih ngantar mama ada perlu ketemu sama supplier, tapi berhubung sudah sampai sana jauh-jauh rasanya rugi kalau ngga mampir ke Pasar Sentono. Sebelum hunting batik, kami mampir makan di warung Soto Tauto di sisi depan Pasar Sentono.
Soto Tauto adalah makanan khas Pekalongan. Yang unik dari soto ini adalah menggunakan tauco pada kuahnya. Tauco adalah semacam saus yang dibuat dari kedelai. Isi sotonya ada soun, daging (bisa pilih ayam atau daging sapi), dan irisan daun bawang buaanyak *o(^^o)horee..daun bawangnya banyak(o^^)o* . Soto tauto dimakan bersama lontong atau nasi putih. Untuk rasa? Jelas sesuai namanya, rasa khas tauco sangat mendominasi. Rasa tauco itu sedikit masam dengan aroma yang cukup kuat.

Rasa: 7 / ada rasa tauconya bikin khas
Harga: 6 / standar soto turis lah, 15rb ama minum
Tempat: 6 / warung sederhana yang cukup bersih

Selasa, 07 Mei 2013

Vendor Paes Manten

Vendor paes adalah vendor pertama yang langsung aku putuskan bahkan sebelum aku punya rencana untuk menikah hehe.. Aneh ya? Ceritanya waktu my bestie, Hanggit, nikah, aku sempet kaget karena dia begitu manglingi saat resepsi. Sedangkan sahabatku satu ini termasuk hobi dandan dalam kesehariannya. Kalau seorang Hanggit yang sehari-hari aja udah bermakeup dan cantik, lalu saat nikahan dia masih bisa lebih cantik lagi, hmm.. itu luar biasa menurutku. Gara-gara dia lah aku langsung tanpa ragu memutuskan vendor paesku adalah Bu Wito, perias manten yang merias sahabatku itu. 
 
Bu Wito ini sudah cukup sepuh dan merupakan paes senior di Magelang. Sebagai bayangan, anak sulungnya sudah berusia 43 tahun *wow*. Meski sudah sepuh, tapi Bu Wito ini cantik sekali, ga kebayang kaya apa masa mudanya. Sebenarnya beliau sudah disarankan oleh putra-putrinya untuk istirahat saja, tidak usah merias lagi, namun Bu Wito yang passionnya adalah merias tentu keberatan jika tidak merias sama sekali. Maka dari itu beliau masih merias meski tidak money-oriented. Yep. Beliau menyatakan bahwa tujuannya merias adalah sebagai sarana ibadah. Kalaupun ada hasil dari merias, maka hasilnya beliau gunakan untuk membantu orang yang membutuhkan. Gimana ngga makin kagum sama Bu Wito coba.. udah ayu, anggun, skillful, dermawan pula. Sebagai gambaran reputasinya, beliau merupakan langganan ibu-ibu  isteri Jenderal TNI dan pejabat lain di Magelang. 

Selain hasil rias yang halus, Bu Wito juga pemegang adat Jawa yang cukup kuat. Satu lagi poin yang bikin aku makin kagum dengan beliau. Beliau paham betul budaya Jawa, khususnya yang berkaitan dengan ritual upacara pernikahan secara pakem berikut filosofinya. Bahkan saat aku bertanya mengenai perbedaannya dengan ritual yang populer saat ini, beliau mampu menjelaskan kisah kenapa ritual populer tersebut muncul dan siapa yang menginisiasi ritual baru tersebut. Saat aku menunjukkan salah satu foto yang kuunduh dari internet (maksudnya sih buat referensi), Bu Wito sempat terhenyak dan menanyakan siapa yang merias. Setelah ku jawab bahwa itu foto di internet, beliau menjelaskan bahwa gaya rias di foto itu kurang tepat semua. Beliau mencontohkan itu adalah salah satu bentuk modifikasi yang tidak memperhatikan filosofinya. Intinya pada foto itu si pengantin menggunakan busana Solo basahan taqwa (berbolero), namun jenis boleronya kurang panjang (yang dipakai adalah bolero kanigaran-Jogja), lalu paesnya Solo putri yang tidak bisa dibilang Solo putri juga karena ada beberapa detail yang juga kurang tepat dan masih banyak lagi. Ah, benar-benar pucuk dicinta dan ulam tiba. Aku ingin sekali kenal budayaku sendiri yang makin sekarang makin terasa asing dan aku bertemu orang yang tepat └(^o^)┘ . Setidaknya nantinya aku masih punya sedikit pengetahuan untuk anakku kelak, jadi budaya Jawa tidak terhenti di generasiku.

Bicara tentang paes di Magelang, ada beberapa yang aku tahu selain Bu Wito.

1. Mbak Widhi - Sanggar Paes Shinta Ayu
Dulu, waktu aku SD, di sekolahku selalu mengadakan acara di hari Kartini. Murid-murid diminta untuk berpakaian adat daerah masing-masing. Ah, SDku merupakan yayasan milik TNI yang muridnya berasal dari Aceh sampai Papua, jadi hari Kartini adalah saat kami memamerkan pakaian adat kami masing-masing. Asyik sekali. Nah, ketika itu mamaku selalu membawaku ke Mbak Widhi ini untuk dirias sekaligus menyewa kebayanya. Dan ternyata sekarang beliau ini menjadi paes termahal di Magelang. Mahal? Konon katanya, biaya paes untuk sepasang pengantinnya tok bisa seharga sepaket jasa paes lain  yang meliputi seluruh keluarga beserta among tamunya. Kalau hasilnya sendiri aku kurang paham, yang aku tau sih bagus aja kok  waktu ngerias aku jaman SD dulu hehe.. 

2. Ibu Yunita
Paes yang satu ini juga favorit di Magelang. Terutama untuk riasan pengantin muslim. Denger-denger sih paketan sama dekorasi juga, tapi kurang tau sih..

3. Ny. Hari Trilunggono (Nama suaminya hehe..)
Aah maaf kalau nama yang kucantumkan adalah nama suaminya (dokter spesialis mata, praktek sore di Apotek Merdeka Farma) soalnya ngga tau nama beliau. Paesan beliau terkenal halus. Hanya saja mesti ati-ati di time managementnya karena beliau ini terkenal luaamaaa sekali maesnya hehe..

4. Mas Yudhi - Yudhi Wedding Service
Beliau ini sebenarnya adalah calon vendor dekor ku. *Lho? Dekor?* Iyaa.. beneran hehe.. jadi mas Yudhi ini pada dasarnya adalah seorang perias, namun juga menyediakan jasa dekorasi. Hasil makeupnya bagus juga. Beliau pakai produknya MUFE, dan khasnya adalah fokus di foundie yang sangat membaur dengan warna kulit badan, jd muka ngga kaya pake topeng. Natural.

 
Itu tadi beberapa paes yang bisa dijadikan pilihan di Magelang. Kalau dari Jogja yang sekali liat paesannya langsung naksir ya Bu Dior. Foundation yang halus dan riasan mata yang dramatis bikin hasil riasan sang pengantin jadi manglingi. Keren banget deh pokoknya.

Kenapa aku ngga menyebut nama Bu Tienuk? Hmm beliau memang paes legendaris yang merias keluarga Cendana saat punya hajat, namun sudah rahasia umum kalau beliau biasanya hanya bikin draft riasnya saja yang kemudian dilanjutkan asistennya. Kecuali aku adalah putri pejabat setingkat menteri atau selebriti papan atas. Hehe.. kalau memang demikian kenapa ngga langsung pakai jasa asistennya aja dong? #Asas-ogah-rugi