Selasa, 06 Maret 2018

Pengalaman Gowes Audax Purwokerto 2018 (1)


Sudah setahun lebih ngga nulis dan sekalinya nulis beda banget topiknya sama tulisan sebelumnya :D . Yaps! Kali ini aku akan cerita tentang pengalaman mengikuti event gowes Audax di Purwokerto. Untuk temen-temen yang udah follow-followan sama aku di IG, pasti udah pada tahu dong kalau setahun terakhir ini aku hobi banget sama yang namanya sepedahan. Nah, makanya aku pengen cerita sedikit soal hobiku ini.

Difotoin sama om Adi (salah satu panitia PARI 2018)
Audax Randonneurs adalah sebuah event bersepeda jarak jauh dengan batas waktu tertentu. Yang membuat Audax berbeda dengan event lain adalah di event ini, peserta harus mandiri alias tidak ada support. Tidak ada support itu artinya tidak ada yang menyediakan logistik di cek poin, tidak ada mekanik yang akan membantu jika sepeda bermasalah, tidak ada petugas yang menutup jalan ataupun menunjukkan jalan, dan tidak ada tim evakuasi jika dirasa tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi. Eh? Ga ada fasilitas? Aneh ngga sih? Sudah bayar sejumlah uang (start from IDR 400k) kok ga dapat fasilitas. Hehehe.. Ya itu lah yang bikin serunya Audax. Sebuah kepuasan diri untuk bisa menyelesaikan trip tanpa support dengan waktu terbatas. Tidak hanya mengandalkan ketangguhan saat bersepeda saja, tapi juga bagaimana mempersiapkan sebuah perjalanan dan mengelola fisik dan mental sebelum hingga saat perjalanan.

Para finisher Audax akan mendapatkan brevet dan pengakuan bahwa mereka sudah “lulus” dari organisasi induknya Audax di Perancis, Audax Club Parisien, jika mengikuti dan bisa menyelesaikan jarak minimal 200 km. Di Indonesia sendiri, Audax masih pada tahap sosialisasi. Untuk itu, ada satu kategori Audax yang dikenal dengan nama Popular Audax dengan jarak 100 km. Karena sifatnya yang lebih untuk pengenalan, tentu saja finisher kategori ini tidak tercatat di Audax Club Parisien sono :p .

Trus Dipsi ikut yang mana? Ya tentu saja yang 100 km :D (kok malah macak bangga =_=) . Lebih tepatnya peserta penggembira (pukpuk myself =_=). Meski hanya peserta penggembira a.k.a pupuk bawang, namun bukan berarti aku bisa menyepelekan persiapan lho.. Tetap saja semua harus dipersiapkan dengan baik. Apalagi rute kali ini asing untukku. Jadi apa saja yang harus disiapkan? Let’s check this out..

  • Persiapan rute. 

Sebelum mengikuti event gowes, sebaiknya pelajari dulu rute yang akan dilalui. Berapa jauh jaraknya, seperti apa elevasinya, seperti apa kondisi jalanannya, dll.
Biasanya beberapa hari sebelum hari H (atau malah sejak awal) panitia akan mengumumkan rute yang akan dilalui. Biasanya aku akan melihat melalui Google Map untuk gambaran umumnya. Apakah akan melewati pegunungan, pantai, perkotaan, atau yang lain.
Selanjutnya adalah melihat elevasinya. Dulu para coach di gtGowes (klub hobi sepeda Gamatechno) pernah mengajarkan cara menganalisis rute menggunakan Google Earth dan Strava. Naah, karena penjelasannya masuk kuping kiri keluar kuping kanan, aku sampai sekarang masih tidak tahu caranya (Maafkan downline yang tidak berguna ini). Tapi jangan khawatir, karena para coach juga ikut event ini, mereka yang akan melakukan analisis rute :D. Kita bisa nebeng saja. Dan tentu saja sesuai perkiraan, beberapa saat setelah rute diumumkan, coach Nugie sudah mengirim potongan gambar elevasi rute yang akan dilalui beserta penjelasannya di WA group kami.

Elevasi Rute PARI 2018 versi 100k
Dari gambar tersebut dapat kita lihat kalau kebanyakan jalan datar. Tantangan yang harus dihadapi adalah setelah cek poin 1. Kenapa? Karena tanjakan dimulai di 30% akhir perjalanan, yang mana tenaga sudah mulai habis dan matahari mulai terik. Kemudian, seberapa berat tanjakannya? Aku akan membandingkan elevasi berikut jarak dengan segmen yang pernah kulalui di Strava. Untuk tanjakan mBuntu, aku membandingkannya dengan trip ke jembatan Kali Boyong.

Elevasi, kemiringan dan jarak salah satu tanjakan menuju Jembatan Boyong
Elevasi, kemiringan dan jarak tanjakan paling curam di Jalan Raya Buntu - Banyumas
Setelah memastikan aku bisa melalui rute yang mirip, maka untuk selanjutnya aku tinggal mempersiapkan fisik, mental dan sepedaku.

  • Persiapan fisik.
Mempersiapkan fisik untuk gowes jarak jauh tidak bisa hanya dilakukan semalam sebelumnya. Ada baiknya persiapan sudah dilakukan 1 minggu sebelumnya dengan menjaga kesehatan, cukup tidur, dan cukup nutrisi. Sebaiknya juga melakukan latihan sebelum hari H, dengan menyesuaikan kondisi fisik masing-masing. Aku sendiri memilih untuk latihan 2x pada seminggu terakhir, yaitu hari Minggu trip ke Pakem, hari Rabu ke UII, dan Jumat lari sekitar 2-3 km untuk event hari Sabtu. Aku memilih untuk tidak simulasi trip dengan jarak yang sama karena pada waktu-waktu tersebut pekerjaan kantor cukup padat dan aku seringkali demam dan muncul memar jika terlalu capek. Aku hanya perlu memastikan ototku “siap” pada hari H karena tidak terlalu lama “dianggurin”.

Menu wajib kalau gowes ke Pakem: Piskopyor Warjo

  • Persiapan sepeda.
Jika sehari-hari kita sudah melakukan perawatan rutin pada sepeda, maka tidak banyak yang perlu kita lakukan. Cukup memastikan rem, ban, dan gear berfungsi dengan baik. Kebetulan tidak ada part baru di sepedaku, jadi aku tidak perlu melakukan setting khusus. Pastikan lampu berfungsi dengan baik, juga membawa ban dalam cadangan. Ketika H-1, aku merusakkan ban dalamku saat hendak memompanya. Akhirnya aku harus menggunakan ban cadangan lebih awal, yang berakibat aku bersepeda tanpa ban cadangan. Hal ini jangan ditiru ya.. Seharusnya aku mencari toko sepeda terdekat yang bisa kutemui, namun aku terlalu malas, bahkan untuk mampir saat melewati toko sepeda di perjalanan. Dan benar saja, banku pecah di KM90-an. Nasibku cukup baik karena itu terjadi di pusat keramaian dan cukup berjalan 300m sebelum menemukan toko sepeda yang cukup lengkap.

  • Persiapan mental
Persiapan mental mencakup poin 1 hingga 3. Jika kita sudah menyiapkan semuanya dan merasa siap, tentu tidak ada perasaan was-was dan terburu-buru. Ini penting sekali dalam bersepeda apalagi jarak jauh (setidaknya untukku, jika merasa terburu-buru seringkali performa bersepeda jadi jelek). Jangan lupa persiapkan segala keperluan penunjang lain, misal booking hotel, tiket, hingga menyelesaikan tugas kantor agar dapat bersepeda dengan nyaman. Salah satu hal wajib yang membuatku “siap” adalah memastikan Lacakin sudah terinstall di ponselku. Dengan menggunakan Lacakin, aku tidak perlu khawatir tersesat dan merasa was-was di jalan.

Tampilan Lacakin dengan event code PARI2018
Kalau semua sudah, tunggu apa lagi? Yuk segera ambil helmnya dan kayuh sepedamu ;)

#happycyclinghappyme


Couldn't wait for the next event


Selasa, 02 Mei 2017

Kuliner Jogja: NOE Coffee & Kitchen

Setelah setahun lebih ga nulis, akhirnya hari ini "dipaksa" nulis lagi. Semoga ini jadi awal yang baik untuk tetap rajin menulis.

Undangan dari Noe

Berawal dari undangan yang diberikan oleh @elowelowel untuk icip2 di sebuah kedai kopi baru yang terletak di timur RS Bethesda. Namanya NOE. Sebuah tempat hangout bernuansa rustic dengan ornamen kayu yang dominan. Rasanya seperti berada di dalam sebuah barn di Wild West. Ditambah lagi adanya simbol rusa jantan yang menghadang di pintu masuk, rasanya jadi makin kental atmosfer rusticnya. Yang bikin unik, beberapa lampu bohlam menggantung di beberapa titik ruang membuatku merasa dikelilingi kunang-kunang yang bersinar temaram. Penataannya begitu pas menimbulkan sebuah suasana romantis dan lembut di tengah "liar"nya dunia Wild West. Sangat suka!!


So rustic! Seperti di dalam barn.


Balik lagi ke nama NOE, ternyata itu adalah singkatan dari Night of Excellence. Sebuah prinsip yang ingin NOE berikan kepada setiap customer yang datang dan merasakan malam yang berkesan dari apa yang mereka sajikan.

Sekarang mari kita uji prinsip mereka tadi ;) . 

Cukup lama bagiku untuk memutuskan menu apa yang akan kupesan. Banyak makanan dan minuman favoritku yang tertera di daftar menu, diantaranya: mojito, matcha, berbagai jenis minuman kopi, spaghetti aglio olio, hingga mozzarella goreng!! Akhirnya aku memutuskan untuk memesan chicken mozzarella dan affogato.

Untuk olahan kopinya, mereka menggunakan house blend, alias campuran beberapa varian kopi yang menghasilkan citarasa khas. Sebenarnya aku sendiri bukan penggemar kopi. Namun karena Mojo hobi banget ngopi dan tiap hari harus bikinin sesuai sama taste dia, maka mau ga mau harus belajar bedain rasa kopi. Yah, balik lagi karena aku bukan penggemar kopi, aku selalu pesan affogato di setiap kedai kopi. Alasannya sudah jelas, karena ada eskrimnya namun rasa asli kopinya masih terasa. Tidak ada yang spesial jika melihat dari sisi tampilan. Standar saja, gelas bening berisi 1 scoop eskrim dan di bawah eskrim terlihat kopi kental espresso. Segera saja kusendok sedikit eskrim yang tercampur air kopi. Sempat terdiam sesaat karena terpana. Rasanya seperti terhipnotis. Kombinasi manisnya eskrim vanilla bercampur dengan asamnya house blend espresso. Kebetulan memang aku lebih suka kopi dengan rasa asam yang dominan. Suap demi suap kunikmati hingga tanpa sadar satu porsi affogato habis tandas tak bersisa.


Segelas affogato dengan latar mesin espresso Simonelli

Menu selanjutnya sudah hadir: chicken mozarella. Fillet dada ayam yang disiram dengan keju mozarella cair. Hmmm.. siapa sih yang ngga tergoda sama chooey-nya mozarella? Sensasi gurih dan mulurnya itu lhoo.. bikin nagih. Apalagi kali ini digabung sama dada ayam yang renyah karena berbalut tepung roti. Chicken Mozarella disajikan bersama french fries, salad, dan signature sauce mereka.

Chicken Mozarella


Terus terang saat melihat pricelist, harganya sedikit lebih tinggi dari ekspektasiku. Namun itu semua dapat kumaklumi saat satu demi satu menu yang kami pesan datang. Porsinya mantab!! Kalau tidak sedang dalam kondisi lapar maksimal, porsinya terlalu besar untukku. Bisa lah untuk makan cantik berduaan. Belum lagi setelah mengetahui bagaimana Head Chefnya begitu hati-hati dalam memastikan kualitas setiap bahan yang akan diolah. Kurasa harga yang mereka tampilkan sesuai dengan apa yang mereka sajikan. Kalau boleh jujur, house blend coffee mereka adalah salah satu favoritku dari beberapa kedai kopi yang pernah kucoba di Jogja.

Kurasa kalau dari sajian, Noe sudah menawarkan sesuatu yang menarik. Tinggal bagaimana memberi kesan lebih dengan "sentuhan personal" agar membuat setiap orang yang pernah mencicip sajiannya ingin terus kembali dan kembali lagi ;)


NOE: Night of Excelence

Product : 8 | House Blend Coffeenya favoritku.
Price     : 6 | sedikit pricey tapi apa yang didapat worth the money
Place    : 6.5 | agak merepotkan kalau bawa mobil di siang hari. Interior sangat IG-able.

Balik lagi? Jelas!! Ajak Mojo juga karena pasti dia bakal suka kopinya.

Minggu, 08 November 2015

Kuliner Magelang: Hideout Cafe

Kalau biasanya aku mengulas tempat makan yang berbau-bau kelokalan bin rakyat jelata, kali ini aku akan mengulas sesuatu yang lebih kekinian sekaligus kebarat-baratan. Tumbenan ya? Biasanya aja ke kaki lima. Iya lah.. Namanya juga ditraktir hohoho.. *proud to be gak modal*

Berawal dari janji kencan bersama Wina, klien yang malah jadi kaya adek sendiri *mesakke tenan nduwe mbakyu koyo aku XD* , akhirnya berujung dengan menghabiskan hari Jumat petang di sebuah cafe baru yang sedang nge-hits di Magelang. Hideout Cafe, berlokasi di Mertoyudan tepatnya sebrang SPBU Armada. Tempatnya agak menjorok ke dalam. Kalau dari arah Jogja, begitu liat SPBU Armada langsung kurangi kecepatan dan ambil ruas kiri. Nanti ada plangnya dan kalau kita nyalakan lampu sein ke kiri, ada petugas parkir yang sigap membantu. 

Tempatnya lebih luas dari yang aku sangka. Begitu masuk, ada dua counter di kanan dan kiri. Yang sebelah kanan adalah kasir dan area untuk meracik minuman. Sedangkan yang kiri adalah counter yang memajang berbagai cake. Tempat duduk di ruangan ini ada dua macam, sofa di tengah ruangan dan kursi tiffany di bagian pinggir. Seorang pramusaji menghampiriku dan menanyakan ingin tempat duduk untuk berapa orang. Aku bertanya apakah ada ruangan lain. Ternyata di bagian belakang masih ada area lain. Aku kemudian menuju pintu belakang. Ternyata di bagian belakang adalah area outdoor. Ada lorong taman dengan lampu-lampu led yang bergelantungan dan berujung pada sebuah pendopo. Di pendopo ini ada kursi-kursi kayu besar *aku selalu suka perabotan yang terbuat dari kayu-kayu besar* namun sebenarnya agak tidak cocok dengan tema di ruang depan. Akhirnya aku kembali ke ruang depan karena tujuan kami selain makan cake adalah mau foto-foto cyantiks dan di belakang tidak terlalu terang. 

Tidak lama kemudian Wina datang. Setelah haha hihi dan cipika cipiki, kami menuju counter kue-kue cantik dan sibuk memilih kue mana yang akan kami makan. Aku tanpa ragu dan tanpa berpikir panjang langsung saja menunjuk Mr.Green Tea hohoho... Green tea cake dengan warna hijau yang ngawe-ngawe. Wina yang hobi coklat memilih opera cake, menu andalan di sini. Untuk minumnya, aku pesan camomile tea dari Twinings dan Wina pesan WW alias white water atau air putih yang warnanya tidak putih. Oiya, kami juga pesan potato wedges sebagai tambahan. 

Pamer kue masing-masing, habis itu saling cuil dan saling icip
Suasana di sana cukup menyenangkan. Interior dengan gaya shabby chic pada area indoor dan gaya jawa pada area outdoor. Nuansa dominan putih mengesankan ruangan jadi bersih, lega, namun juga cantik dan klasik. Selama kami di sana, ada 2-3 rombongan kecil lain dan kami semua menikmati hidangan dengan tenang. Tidak gaduh. Cocok untuk menikmati cake sambil berbincang ringan maupun sekedar mencari ketenangan untuk minum kopi sembari membaca buku. 

Harga menunya seperti kebanyakan cafe, 8ribu untuk segelas Twinings Tea dan 10-20ribuan untuk sepotong kue. Untuk rasa, cake matcha yang kumakan enaak.. Lembut dan matchanya berasa banget. Operanya Wina juga coklatnya manteb dengan glazing kenyal-kenyal. Potato wedgesnya enak dan saus sambalnya pake Dua Belibis *favoritku!* . Minumnya biasa saja, tidak ada yang spesial dari Twinings Tea. Di mana-mana rasanya ya sama hehehe..

Kunjungan kami akhiri dengan foto berdua di salah satu sudut yang sepertinya memang disediakan bagi orang-orang demam eksis macem kami. Bahkan pramusajinya dengan sigap menawarkan diri untuk motretin kami berdua hahaha.. Jadi pengen punya malu deh.. :p

Product:  7.5 kuenya enaakk.. Aku berpikir untuk pesan satu loyang untuk ulang tahunku kelak.
Price: 6 biasa saja. Tidak murah tapi juga tidak terlalu mahal.
Place: 7 mudah dicari, punya lahan parkir untuk 3 mobil. 

Ke sini lagi? Yep! Selama ini belum nemu cake lucu yang henyak di Magelang selain di sini. 

Ngeksis di salah satu sudut ruang yang photo-able

Senin, 02 November 2015

Wedding Venue di Magelang: Gedung Bakorwil / Ex-Karesidenan Kedu

Gedung utama dilihat dari gazebo

Perasaan sejak di Semarang jadi males-malesan nulis tentang wedding hehe.. Malah jadi rajin nulis kulineran mulu. Padahal kalau dilihat-lihat pengunjung blog-ku kebanyakan nyari info persiapan pernikahan. Yaah.. harap maklum lah kalau pemilik blognya tukang jajan, jadi yang diinget-inget soal makan terus.

Baiklah, kali ini saya akan insyaf dan kembali ke hakikat dibuatnya blog ini hohoho.. Topik tulisan kali ini adalah salah satu wedding venue alias gedung resepsi yang biasa disewa untuk pesta pernikahan, yaitu Gedung Bakorwil atau biasa dikenal dengan nama Gedung Ex-Karesidenan Kedu. Lokasinya berada di dekat Perdana. Ah, ga usah dijelasin lah ya.. Yang browse sampe sini palingan juga orang Magelang. Dan orang Magelang pasti tau juga lokasinya. Kalaupun ga tau, coba nanya Bapak-Ibunya deh. Kalau masih ga tau juga, tanya Google Map hihihi... 

Kuliner Semarang: Es Puter Conglik

Es Puter Coklat dan Alpukat dengan topping Roti Tawar Pandan
Sudah beberapa minggu belakangan ini Semarang istimewa sekali panasnya. Ngga siang, ngga malam gerahnya luar biasa. Rasa-rasanya air putih biasa tidak cukup menghilangkan hawa panas dari badan. Sejak itu pula lah aku dan Mojo punya kebiasaan baru yaitu minum jus buah dingin di malam hari. Kedai jus favorit kami sudah pernah aku ulas di sini. Nah, kali ini aku akan mengulas yang adem-adem juga, yaitu: Es Puter.

Rabu, 28 Oktober 2015

Kuliner Semarang: Lunpia Mbak Lien

Semarang adalah kota pelabuhan yang sangat terkenal sejak jaman dahulu kala. Begitu tersohornya hingga banyak orang-orang dari negara manca berdatangan bahkan menetap di sini. Orang-orang manca ini akhirnya tidak hanya berdagang dari Arab, Eropa maupun Tiongkok namun juga membawa serta budayanya ke Semarang. Jika sudah sampai pada budaya, tentu tidak bisa lepas dari kuliner.

Kuliner yang akan aku ulas kali ini adalah lunpia. Lunpia atau lumpia adalah salah satu menu khas Tiongkok yang sudah mendunia. Begitu pula di Semarang. Di sini, kudapan yang berisi rebung ini menjadi favorit bahkan jadi jajanan khas yang diburu para pelancong. 

icon kuliner Kota Semarang

Kamis, 01 Oktober 2015

Pasar Sentiling: Pesona Semarang Tempo Doeloe

Beberapa waktu yang lalu, aku dihubungi oleh salah seorang mbakyuku, namanya mbak Tyas. Beliau memberitahu bahwa ada salah seorang alumnus kampus kami yang akan datang ke Semarang. Sudah kebiasaan kami, jika tahu ada anggota Kagama yang datang ke Semarang akan disambut dengan ngumpul bareng alias kopdar. 

Kopdar kali ini ada yang berbeda. Tidak hanya alumni UGM yang hadir, namun ada beberapa orang spesial lain yang juga turut hadir. Salah satunya adalah Pak Peter. Beliau adalah salah seorang tokoh penggerak kegiatan-kegiatan seni dan pemerhati sejarah di Jawa Tengah. Pak Peter banyak bercerita tentang sejarah Semarang yang berujung pada kisah di mana Semarang ini dulunya adalah sebuah kota pelabuhan yang begitu maju dan tersohor hingga mancanegara. Bahkan, di Semarang ini pernah terselenggara sebuah hajatan besar, sebuah pameran internasional yang dihadiri 600.000 orang di tahun 1914. Begitu besarnya hingga disebut-sebut sebagai pameran terbesar di Asia kala itu. Areanya mencapai lebih dari 20 hektar. Pameran itu bernama Koloniale Tentoonstelling de Semarang atau lidah orang kita bilang Pasar Sentiling, yang diambil dari penyederhanaan kata tentoonstelling (pameran).

Makan siang di Restoran Oen bersama para senior penggiat seni dan budaya.